Selasa, 25 Oktober 2011

Brachiopoda


  1. Brachiopoda
Brachiopoda adalah Bivalvia yang berevolusi pada zaman awal periode Cambrian yang masih hidup hingga sekarang yang merupakan komponen penting organisme benthos pada zaman Paleozoikum.
Brachiopoda berasal dari bahasa latin brachium yang berarti lengan (arm), poda yang berarti kaki (foot). Brachiopoda artinya hewan ini merupakan suatu kesatuan tubuh yang difungsikan sebagai kaki dan lengan atau dengan kata lain binatang yang tangannya berfungsi sebagai kaki.
Phylum ini merupakan salah satu phylum kecil dari bentik invertebrates. Hingga saat ini terdapat sekitar 300 spesies dari phylum ini yang mampu bertahan dan sekitar 30.000 fosilnya telah dinamai. Mereka sering kali disebut dengan “lampu cangkang” atau lamp shell.
Secara umum brachiopoda merupakan salah satu fosil hewan yang sangat melimpah keberadaannya pada sedimen yang berasal dari zaman paleozoikum. Salah satu kelasnya, yaitu Inartikulata bahkan menjadi penciri penting (fosil index) zaman Cambrian awal.

Karakteristik Brachiopoda
  • Lophoporates Coelomate, Enterocoelic.
  • Tubuh tertutup oleh 2 cangkang, satu kea rah Dorsal dan yang lainnya ke arah Ventral (Bilvalve).
  • Biasanya melekat pada substrat dengan Pedicile.
  • Cangkang dilapisi oleh mantel yang dibentuk oleh pertumbuhan dinding tubuh dan membentuk rongga mantel.
  • Lophorpe membentuk kumparan dengan atau tanpa didukung oleh Skeletel Internal.
  • Usus berbentuk U.
  • Mempunyai satu atau sepasang Metanefridia.
  • System peredaran darah terbuka.
  • Sebagian besar Diocious, larve disebut Lobate.
  • Ganate berkembang dari jaringan Gonad pada Peritonium.
  • Hidup soliter sebagai oganisme bentik di laut.

Kehidupan Filum Brachiopoda
  • Hidup di air laut: Bentos sesil.
  • Ada yang hidup diair tawar, namun sangat jarang.
  • Mampu hidup pada kedalaman hingga 5.600 meter secara benthos sessil.
  • Genus Lingula hanya hidup pada daerah tropis/hangat dengan kedalaman maksimal 40 meter.
  • Hingga saat ini diketahui memiliki sekitar 300 spesies dari Brachiopoda.
  • Brachiopoda modern memiliki ukuran cangkang rata-rata dari 5mm hingga 8 cm.
  • Kehadiran rekaman kehidupannya sangat terkait dengan proses Bioconose dan Thanathoconose.

  1. Klasifikasi Fillum Brachiopoda
Klasifikasi Fillum Brachiopoda dibagi menjadi 2 kelas yaitu klas Artikulata/Phygocaulina dan klas Inartikulata/Gastrocaulina.
  • Klas Artikulata/Phygocaulina
Cangkang atas dan bawah (valve) dihubungkan dengan otot dan terdapat selaput dan gigi.
Klas Articulata / Pygocaulina memiliki masa hidup dari zaman Cambrian hingga ada beberapa spesies yang dapat bertahan hidup sampai sekarang seperti anggota dari ordo Rhynchonellida dan ordo Terebratulida. Berikut adalah ciri-ciri dari Klas Articulata :
a. Cangkang dipertautkan oleh gigi dan socket yang diperkuat oleh otot.
b. Cangkang umunya tersusun oleh material karbonatan.
c. Tidak memiliki lubang anus.
d. Memiliki keanekaragaman jenis yang besar.
e. Banyak berfungsi sebagai fosil index.
f. Mulai muncul sejak Zaman Kapur hingga saat ini.
Gambar 1 Morfologi Internal Brachiopoda 
 
Gambar 2 Morfologi eksternal Brachiopoda

  • Klas Inartikulata/Gastrocaulina
Cangkang atas dan bawah (valve) tidak dihubungkan dengan otot dan terdapat socket dan gigi yang dihubungkan dengan selaput pengikat.
Berikut ini adalah ciri-ciri dari klas Inarticulata :
a. Tidak memiliki gigi pertautan (hinge teeth) dan garis pertautan (hinge line).
b. Pertautan kedua cangkangnya dilakukan oleh sistem otot, sehingga setelah mati cangkang akan terpisah.
c. Cangkang umunya berbentuk membeulat atau seperti lidah, tersusun oleh senyawa fosfat atau khitinan.
d. Mulai muncul sejak Jaman Cambrian awal hingga sekarang.

Gambar 3 Morfologi Inartikulata (Lingula)
 Gambar 4 Fosil Inartikulata

Gambar 5 Morfologi Internal Lingula

  1. Rekaman Fillum Brachiopoda dalam Kurun Waktu Geologi
Phylum Brachiopoda (Cambrian-Recent)
  • Class Inarticulata (Cambrian-Recent)
Ciri-ciri:
Tidak mempunyai gigi pertautan (hinge teeth) dan garis pertautan (hinge line) pertautan kedua cangkangnya dilakukan oleh system otot, sehingga setelah mati cangkang langsung terpisah. Cangkangnya umumnya berbentuk membulat atau seperti lidah, tersusun oleh senyawa fosfat atau khitinan. Hewan ini muncul sejak zaman Cambrian awal hingga masa kini.
Contohnya : Khitinan.

  • Class Articulata (Cambrian-Recent).
Cirri-ciri:
  • Cangkang dipertautkan oleh gigi dan socket.
  • Cangkang umumnya tersusun oleh material karbonatan.
  • Tidak mempunyai lubang anus.
  • Mempunyai keanekaragaman jenis yang besar.
  • Banyak yang berfungsi sebagai fosil index.
  • Mulai muncul sejak zaman kapur hingga masa kini.
Orde Brachiopoda Artikulata
  • Order Orthida (Cambrian-Permian)
  • Order Strophomenida (Ordocivian-Jurassic)
  • Order Pentamerida (Cambrian-Devonian)
  • Order Rhynchonellida (Ordovician-Recent)
  • Order Spiriferida (Ordovician-Jurassic)
  • Order Terebratulida (Devonian-Recent)

Pada akhir zaman Permian, terjadi kepunahan masal yang melibatkan hampir semua golongan Brachiopoda. Hanya sedikit takson yang selama, seperti golongan Trebratulid dan Lingula, dan masih terdapat hingga masa kini (Holosen). Brachiopoda masa kini selalu ditemukan dalam keadaan tertambat dengan menggunakan pedikelnya, baik pada batuan keras maupun cangkang binatang yang telah mati.

  1. Fosil Brachiopoda dan kegunaan dalam Geologi
Kegunaan fosil Brachiopoda ini yaitu sangat baik untuk fosil index (index fossils) untuk strata pada suatu wilayah yang luas. Brachiopoda dari klas Inartikulata; Genus Lingula merupakan penciri dari jenis brachiopoda yang paling tua, yaitu lower Cambrian. Jenis ini ditemukan pada batuan Lower Cambrian dengan kisaran umur 550 juta tahun yang lalu.
Secara garis besar, jenis phylum Brachiopoda ini merupakan hewan-hewan yang hidup pada Masa Paleozoikum, sehingga kehadirannya sangat pentinga untuk penentuan umur batuan sebagai index fossil.


Tabel 1.1 Perbedaan Klas Articulata dan Inarticulata
Klassifikasi
Inarticulata
Articulata
Calciata Approach
Lingulata
Calciata
Three-part Approach
Linguliformea
Craniformea
Rhynchonelliformea
Ordo
Lingulida
Discinida
Craniida
Terebratulida
Rhynconellida
Engsel
Tidak memiliki gigi
Gigi dan soket
Anus
Bagian depan tubuh, pada usus berbentuk U
Tidak ada
Pedicle
Berisi Coelom dengan otot keluar
Tidak ada
Tidak memiliki coelom, otot menyambung dengan badan
Panjang, di dalam liang
Pendek, melekat pada permukaan
Tidak ada, menyambung pada permukaan
Pendek, melekat pada permukaan keras
Periostracum
Kitin
Protein
Lapisan Primer Cangkang
Glycosaminoglycans dan apatit (kalsium fosfat)
Kalsit
Lapisan Cangkang Dalam
Kolagen dan protein lainnya kitin dan apatit
Kalsit
Protein dan Kalsit
Chaetae sekitar daerah bukaan cangkang
Ya
Tidak ada
Ya
Coelom terbagi
Ya
Tidak ada
Ya

Rabu, 12 Oktober 2011

Family Alveolinidae


1.      Family Alveolinidae
Family Alveolinidae adalah keluarga bulat untuk fusiform milioline foraminfera dengan beberapa lubang dan interior kompleks di mana ruang dibagi menjadi chamberlets dan dasar lantai interkoneksi oleh lorong-lorong. Seperti dengan semua Miliolina , dinding tes di alveolinids adalah porecelaneous dan imperforata. Pada individu yang hidup pseudopodea emerge melalui beberapa lubang yang melapisi wajah apertural atau memimpin tes.
Alveolinids pertama kali muncul di dekat awal Kapur Akhir, sekitar 100 juta tahun lalu, sekitar 150 juta tahun setelah terlihat serupa fusulinds punah di akhir periode Permian.
Melingkar teratur ditemukan dalam volutions pertama dalam bentuk microspheric genera yang paling, menunjukkan hubungan erat dengan Miliolidae . Alveolinella merupakan pengecualian sebagai proloculus dalam bentuk microspheric adalah perforasi dan volutions pertama peneroplid dalam karakter, menunjukkan hal itu, Alveolinella , mungkin memiliki asal yang berbeda dari alveolinids lainnya.

Gambar 1 Fosil Alveolinidae

2.      Deskripsi Alveolinidae
Miliolinid foraminifera, uji bebas, besar, subcylindrical untuk berbentuk cerutu, digulung memanjang sekitar sumbu; ruang dewasa banyak planispiral dibagi oleh partisi sekunder ke dalam satu atau lebih lapisan chamberlets yang paralel dengan arah melingkar; stenohaline, umum di terumbu karang. kenampakan luar berbentuk telur/slllips (fusiform), panjang kurang lebih 1 cm. Genus Alveolinella : bentuk sama degan Alveolina panjang sumbunya 0,5 – 1,5 cm serta ada suatu kanal (pre septa). Celah – celahnya tersusun menjadi 3 baris dan tersusun bergantian, tetapi sambung menyambung.

3.      Aplikasi Foraminifera
Masalah – masalah Geologi yang menghubungkan dengan umur suatu batuan sampai sekarang masih mempergunakan foraminifera planktonik di samping juga mengunakan metode – metode lain yang lebih teruji dan lebih tepat.
Penentuan kisaran umur dengan mengunakan foraminifera planktonik, dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut :
a.       Mengenalisa fosil foraminifera palakton dari suatu batuan sampai ke tingkat spesiesnya.
b.      Mempergunakan acuan Blow (1969) dalam penetuan kisaran umum dari fosil foram plankton yang telah diamati dan dianalisa.
c.       Menetukan kisaran umur fosil foram plankton yang muncul akhir dan umur yang punah awal.
d.      Maka umur batuan yang didapatkan merupakan suatu range dari hasil nomor C.

Minggu, 09 Oktober 2011

Fotogrametri

Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan/ pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman gambar gelombang elektromagnetik. Fotogrametri diperlukan karena :
  • Untuk menentukan letak relatif objek atau fenomena dan untuk menentukan ukuran lainnya.
  • Untuk menggambarkannya pada peta.
Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa berhubungan perlu berhubungan ataupun bersentuhan secara langsung dengannya. Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan melalui data yang diperoleh pada sistem sensor yang digunakan.
Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik ini digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera berada dekat dengan objek. Fotogrametri rentang dekat adalah teknik pengukuran 3D tanpa kontak langsung dengan objek, menggunakan kamera untuk mendapatkan geometri sebuah objek.  
 Dalam fotogrametri syarat fundamental yang banyak digunakan adalah syarat kesegarisan berkas sinar (collinearity condition) yaitu suatu kondisi dimana titik pusat proyeksi, titik foto dan titik obyek di tanah terletak pada satu garis dalam ruang. Kondisi ini dinamakan kondisi kolinearitas. 
Pada acara praktikum kali ini, kita akan mencari data melalui pengukuran dari unsur – unsur fotogrametri. Pengukuran yang dilakukan antara lain :
  1. Pengukuran Luas
Dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu alat sederhana, alat mekanik dan alat elektronik. Dalam hal ini yang digunakan adalah alat sederhana karena penggunaannya paling cepat. Berdasarkan metode yang digunakan alat sederhana dibedakan atas :
  1. Metode strip; yang digunakan berupa lembaran tembus cahaya yang padanya ditarik garis-garis sejajar dan berinterval sama besar. Lembaran tembus cahaya ini ditumpangkan pada objek yang diukur luasnya. Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada batas objek sedemikian hingga bagian yang dihilangkan sama dengan bagian yang yang ditambahkan. Sisi atas segi empat panjang atau sisi atas strip itu dijumlahkan dan dikalikan dengan intervalnya sehingga diperoleh luas objek pada foto.
 Gambar 2.1 : Perhitungan Metode Strip

Dari gambar di atas, luas objek diukur dengan menjumlahkan luas masing-masing segi empat panjang (Luas ABB’A’ + CDD’C’ + EFF’E’), dimana AA’, BB’, CC’, DD’, EE’ dan FF’ merupakan interval strip.

  1. Metode bujursangkar; dilakukan dengan kertas milimeter. Kertas milimeter ini ditumpangkan di atas objek yang diukur luasnya. Dalam mengukur luas pada objek pada citra dihitung berapa bujur sangkar 1cm x 1cm yang jatuh dalam batas objek yang diukur luasnya. Dari gambar 2.2, luas objek dapat diukur dengan menjumlahkan bujursangkar yang memuat luas lebih dari setengah bujursangkar. Jika bujursangkar berjumlah 12 buah dengan skala pada foto adalah 1 : 50.000 (maka 1 cm = 500 m), maka 1 bujursangkar sama dengan 250.000 m2. dengan demikian luas objek tersebut adalah 12 x 250.000 m2 sama dengan 3.000.000 m2.
Gambar 2.2 : Perhitungan Metode Bujursangkar
  1. Metode jaringan titik; alat ukurnya berupa lembaran tembus cahaya yang diberi jaringan titik yang masing-masing berjarak sama. Titik itu serupa dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah bujursangkar yang kemudian bujursangkarnya dihapus. Dalam metode ini kita tinggal menghitung berapa titik yang masuk dalam batas objek yang diukur luasnya. Tiap titik dianggap mewakili satu bujursangkar, sehingga tiap titik dikalikan dengan luas bujursangkar untuk mendapatkan luas objeknya.

Gambar 2.3. Pengukuran Luas Metode Jaringan Titik
  1. Skala Foto Udara Vertikal
Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara dengan jarak sebenarnya di lapanagan. Skala foto diperlukan untuk menentukan ukuran objek maupun untuk mengenalinya. Ada beberapa cara untuk menentukan skala foto udara vertikal, yaitu :
Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang. Persamaannya yaitu :
S = f / H
Ket. S = skala, f = fokus dan H = tinggi terbang.
Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan, dilakukan bila membawa foto udara ke lapangan atau kalau tahu jarak sesungguhnya objek di lapangan dari objek yang tergambar pada foto. Persamaan yang digunakan yaitu :
S = df / dl
Ket. S = skala, df = jarak pada foto, dan dl = jarak di lapangan.
Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah diketahui jaraknya. Persamaan yang digunakan yaitu :
dp / pf = df / pp
Ket. dp = jarak di peta, df = jarak pada foto, pf = skala foto dan pp = skala pada peta.

  1. Basis Foto (Photo Base)
Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya. Jarak pergeseran pada lembar foto ini disebut photo base atau basis foto. Besarnya basis foto pada sepasang foto udara adalah rata-rata dari hasil pengukuran dua basis foto tersebut, persamaannya yaitu :
B = b1 + b2
2
Ket. B = basis foto, b1 = basis foto 1 dan b2 = basis foto 2.

  1. Paralaks
Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralaks ini disebut juga dengan paralaks absolut atau paralaks total. Lebih jauh dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah perbedaan aljabar yang diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari sumbu y ke arah titik bersangkutan yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi terbang yang sama. Pada gambar 2.4, titik A dan B terletak di atas bidang rujukan dan titik P terletak pada titik utama. Nilai paralaks absolutnya merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah absolutnya (tanpa tanda negatifnya).
Gambar 2.4. Paralaks Titik A, B, dan U

Pengukuran paralaks dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
  1. Pengukuran paralaks secara stereoskopik; dilakukan dengan menggunkan batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar) terdiri dari dua keping kaca yang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating mark). Masing-masing keping kaca dipasang pada batang yang dapat diatur panjangnya yang diatur dengan memutar sekrup mikrometer. Pengukuran dilakukan setelah foto disetel di bawah pengamatan stereoskopik. Tanda apung kiri diletakkan pada titik yang akan diukur paralaksnya di foto kiri, dan tanda apung kanan diletakkan pada titik yang akan diukur paralaksnya pada foto kanan, dimana peletakan dilakukan dengan melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan pembacaan pada sekrup mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).
  2. Pengukuran paralaks secara monoskopik; atau disebut juga cara manual, dilakukan tanpa menggunakan batang paralaks, melainkan hanya dengan menggunakan penggaris biasa. Dari gambar 2.5, maka paralaks titik A dan titik B dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
PA = XA1 – (-XA2) = XA1 + XA2 PB = XB1 – XB2


Gambar 2.5. Pengukuran Paralaks dengan Cara Monoskopik
  1. Beda Tinggi
Beda tinggi antara dua titik yang tergambar pada tampalan foto dapat diukur berdasarkan beda paralaksnya.paralaks suatu titik dapat diukur dan dinyatakan dengan persamaan :
h = H p
b
Ket. h = beda tinggi, H = tinggi terbang, p = beda paralaks dan b = base foto. Jika beda tinggi, beda paralaks dan base foto diketahui maka tinggi terbang dapat ditentukan dengan persamaan di atas.
Dari persamaan di atas dapat divariasikan dan menghasilkan beberapa persamaan, yaitu :
h = H. ∆P
PB + ∆P
Ket. ∆h = beda tinggi, HB = tinggi terbang pesawat dari titik B, PB = paralaks titik B, PA = paralaks titik A, ∆P = selisih paralaks A dan B, H = tinggi terbang pesawat dari bidang dasar, b = jarak dasar foto (photo base), B = jarak dasar udara (air base) dan f = jarak fokus lensa kamera. Hasil pengukuran beda tinggi akan teliti apabila foto udara yang digunakan berskala 1 : 10.000 atau lebih besar.
  1. Pengukuran Jarak Horizontal
Jarak pada foto udara tidak mencerminkan jarak sesungguhnya di lapangan, karena ada pergeseran. Untuk menentukan jarak horizontal yang sesungguhnya digunakan cara grafis, karena kalau dengan mengukur relief-displacement satu per satu akan membutuhkan waktu lama. Prosedur pengukurannya yaitu :
  1. Tentukan pusat masing-masing foto yang berpasangan.
  2. Letakkan miuka pada masing-masing foto udara.
  3. Titik pusat foto (n1 dan n2) dan titik pusat foto konjugasi (n1’ dan n2’) diplot pada mika.
  4. Tarik garis dari n1 ke A1 dan ke B1, juga garis n2A2 dan n2B2 pada mika.
  5. Masing-masing mika diambil dan dipasang berimpitan hingga n1 berimpit denagn n1’ dan n2 berimpit dengan n2’.
  6. Titik potong antara n1A1 dan n2A2 serta n1B1 dan n2B2 dihubungkan. Garis penghubung itu adalah jarak AB yang sudah terkoreksi. Sehingga jarak di lapangan dihitung dengan persamaan = dAB x H/f, dengan dAB = jarak AB pada foto yang sudah terkoreksi, H = tinggi terbang pesawat dari bidang dasar dan f = jarak fokus lensa kamera.





Gambar 2.6. Pengukuran Jarak Horizontal Secara Grafis