Geologi regional daerah Semarang
Lokasi studi secara administratif mencakup seluruh wilayah Kotamadya Semarang, Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada koordinat 110º16’20’’ – 110 º 30’29’’ Bujur Timur dan 6 º 55’34’’ – 7º 07’04’’ Lintang Selatan dengan luas daerah sekitar 391,2 Km2 (lihat peta lokasi).
Wilayah Kotamadya Semarang sebagaimana daerah lainnya di Indonesia beriklim tropis, terdiri dari musim kemarau dan musim hujan silih berganti sepanjang tahun. Besarnya rata-rata jumlah curah hujan tahunan wilayah Semarang utara 2000 – 2500 mm/tahun dan Semarang bagian selatan antara 2500 – 3000 mm/tahun. Sedangkan curah hujan rata-rata perbulan berdasarkan data dari tahun 1994 – 1998 berkisar antara 58 – 338 mm/bulan, curah hujan tertinggi di daerah pemetaan terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April dengan curah hujan antara 176-338 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dengan curah hujan antara 58 – 131 mm/bulan.
1.1 Morfologi Daerah
Morfologi daerah studi berdasarkan pada bentuk topografi dan kemiringan lerengnya dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) satuan morfologi yaitu:
1. Dataran
Merupakan daerah dataran aluvial pantai dan sungai dan setempat di bagian baratdaya merupakan punggungan lereng perbukitan, bentuk lereng umumnya datar hingga sangat landai dengan kemiringan lereng medan antara 0 – 5% (0-3%), ketinggian tempat di baruan utara antara 0 – 25 m dpl dan di baguan baratdaya ketinggiannya antara 225 – 275 m dpl. Luas penyebaran sekitar 164,9 km2 (42,36%) dari seluruh daerah studi.
2. Daerah Bergelombang
Satuan morfologi ini umumnya merupakan punggungan, kaki bukit dan lembah sungai, mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus dengan kemiringan lereng medan 5 – 10% (3-9%), ketinggian tempat antara 25 – 200 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 68,09 km2. (17,36%) dari seluruh daerah studi.
3. Pebukitan berlereng landai
Satuan morfologi ini merupakan kaki dan punggungan perbukitan, mempunyai bentuk permukaan bergelombang landai dengan kemiringan lereng 10 – 15 % dengan ketinggian wilayah 25 – 435 m dpl. Luas penyebaran sekitar 73,31 km2 (18,84%) dari seluruh daerah pemetaan.
4. Pebukitan belereng Agak Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang agak terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 15 – 30%, ketinggian tempat antara 25 – 445 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 57,91Km2 (14,8%) dari seluruh daerah studi.
5. Perbukitan Berlereng Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 30 – 50%, ketinggian tempat antara 40 – 325 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 17,47 Km2 (4,47%) dari seluruh daerah studi.
6. Perbukitan Berlereng Sangat Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng bukit dan tebing sungai dengan lereng yang sangat terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 50 – 70%, ketinggian tempat antara 45 – 165 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 2,26 Km2 (0,58%) dari seluruh daerah studi.
7. Perbukitan Berlereng Curam
Satuan morfologi ini umumnya merupakan tebing sungai dengan lereng yang curam, mempunyai kemiringan >70%, ketinggian tempat antara 100 – 300 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 6,45 Km2 (1,65%) dari seluruh daerah studi.
1.2. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di wilayah Kotamadya Semarang terdiri dari wilayah terbangun (Build Up Area) yang terdiri dari pemukiman, perkantoran perdagangan dan jasa, kawasan industri, transportasi. Sedangkan wilayah tak terbangun terdiri dari tambak, pertanian, dan kawasan perkebunan dan konservasi.
1.3. Susunan Stratigrafi
Geologi Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang – Semarang (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut:
1. Aluvium (Qa)
Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya mencapai ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 – 3 m. Bongkah tersusun andesit, batu lempung dan sedikit batu pasir.
2. Batuan Gunungapi Gajahmungkur (Qhg)
Batuannya berupa lava andesit, berwarna abu-abu kehitaman, berbutir halus, holokristalin, komposisi terdiri dari felspar, hornblende dan augit, bersifat keras dan kompak. Setempat memperlihatkan struktur kekar berlembar (sheeting joint).
3. Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk)
Batuannya berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus, komposisi mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.
4. Formasi Jongkong (Qpj)
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 – 50 cm, menyudut – membundar tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang, kompak dan keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat memperlihatkan struktur vesikuler (berongga).
5. Formasi Damar (QTd)
Batuannya terdiri dari batupasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik. Batupasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus – kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 – 5 cm, membundar tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 – 20 cm, menyudut – membundar tanggung, agak keras.
6. Formasi Kaligetas (Qpkg)
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt, batuapung dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut – menyudut tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus – kasar, porositas tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batupasir tufaan, coklat kekuningan, halus – sedang, porositas sedang, agak keras.
7. Formasi Kalibeng (Tmkl)
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik). Batupasir tufaan kuning kehitaman, halus – kasar, porositas sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa dalam napal, berwarna putih kelabu, keras dan kompak.
8. Formasi Kerek (Tmk)
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda – tua, gampingan, sebagian bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan koral-koral koloni. Lapisan tipis konglomerat terdapat dalam batu lempung di K. Kripik dan di dalam batupasir. Batu gamping umumnya berlapis, kristallin dan pasiran, mempunyai ketebalan total lebih dari 400 m.
1.4. Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di daerah studi umumnya berupa sesar yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif berarah barat – timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut – tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat – timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.
1.5. Gerakan Tanah
Dari hasil analisis kemantapan lereng diketahui bahwa tanah pelapukan batu lempung mempunyai sudut lereng kritis paling kecil yaitu 14,85%. pelapukan napal sudut lereng kritisnya adalah 19,5% , Pelapukan batu pasir tufaan mempunyai sudut lereng kritis 20,8% dan pelapukan breksi sudut lereng kritisnya 23,5%.
Berdasarkan analisis di atas maka daerah Kotamadya Semarang dapat dibagi menjadi 4 zona kerentanan gerakan tanah, yaitu Zona Kerentanan Gerakan Tanah sangat Rendah, Rendah, Menengah dan Tinggi.
1. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah
Daerah ini mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini sangat jarang atau tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, terkecuali pada daerah tidak luas di sekitar tebing sungai.
Merupakan daerah datar sampai landai dengan kemiringan lereng alam kurang dari 15 % dan lereng tidak dibentuk oleh endapan gerakan tanah, bahan timbunan atau lempung yang bersifat mengembang.
Lereng umumnya dibentuk oleh endapan aluvium (Qa), batu pasir tufaan (QTd), breksi volkanik (Qpkg), dan lava andesit (Qhg).
Daerah yang termasuk zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah sebagian besar meliputi bagian utara Kodya Semarang, mulai dari Mangkang, kota semarang, Gayamsari, Pedurungan, Plamongan, Gendang, Kedungwinong, Pengkol, Kaligetas, Banyumanik, Tembalang, Kondri dan Pesantren, dengan luas sekitar 222,8 Km2 (57,15%) dari seluruh daerah studi.
2. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terjadi gerakan tanah. Umumnya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika tidak mengalami gangguan pada lereng dan jika terdapat gerakan tanah lama, lereng telah mantap kembali. Gerakan tanah berdimensi kecil mungkin dapat terjadi, terutama pada tebing lembah (alur) sungai.
Kisaran kemiringan lereng mulai dari landai (5 – 5%) sampai sangat terjal (50 – 70%). Tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah pembentuk lereng. Pada lereng terjal umumnya dibentuk oleh tanah pelapukan yang cukup tipis dan vegetasi penutup baik cukup tipis dan vegetasi penutup baik, umumnya berupa hutan atau perkebunan.
Lereng pada umumnya dibentuk oleh breksi volkanik (Qpkg), batu pasir tufaan (QTd), breksi andesit (Qpj) dan lava (Qhg).
Daerah yang termasuk zona ini antara lain Jludang, Salamkerep, Wonosari, Ngaliyan, Karangjangkang, Candisari, Ketileng, Dadapan, G. Gajahmungkur, Mangunsari, Prebalan, Ngrambe, dan Mijen dengan luas penyebaran 77,00 km2 (19,88%) dari luas daerah studi.
3. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi.
Kisaran kemiringan lereng mulai dari landai (5 – 15%) sampai sangat terjal (50 – 70%). Tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah sebagai material pembentuk lereng. Umumnya lereng mempunyai vegetasi penutup kurang.
Lereng pada umumnya dibentuk oleh batuan napal (Tmk), perselingan batu lempung dan napal (Tmkl), batu pasir tufaan (QTd), breksi volkanik (Qpkg), lava (Qhg) dan lahar (Qpk).
Penyebaran zona ini meliputi daerah sekitar Tambakaji, Bringin, Duwet, Kedungbatu, G. Makandowo, Banteng, Sambiroto, G. Tugel, Deli, Damplak, Kemalon, Sadeng, Kalialang, Ngemplak dan Srindingan dengan luas sekitar 64,8 Km2 (16,76%) dari seluruh daerah studi.
4. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak akibat curah hujan tinggi dan erosi yang kuat.
Kisaran kemiringan lereng mulai landai (5 – 15%) sampai curam (>70%). Tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah. Vegetasi penutup lereng umumnya sangat kurang.
Lereng pada umumnya dibentuk oleh batuan napal (Tmkl), perselingan batu lempung dan napal (Tmk), batu pasir tufaan (QTd) dan breksi volkanik (Qpkg).
Daerah yang termasuk zona ini antara lain: Pucung, Jokoprono, Talunkacang, Mambankerep, G. Krincing, Kuwasen, G. Bubak, Banaran, Asinan, Tebing Kali Garang dan Kali Kripik bagian tengah dan selatan, Tegalklampis, G. Gombel, Metaseh, Salakan dan Sidoro dengan luas penyebaran sekitar 23,6 km2 (6,21%) dari seluruh daerah studi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan memberi komentar untuk memperbaiki blog ini